Rabu, 20 Agustus 2014
Festival Budaya Erau Kutai Kartanegara
ERAU adalah salah satu kekayaan budaya Indonesia yang bersumber dari tradisi Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang telah dilaksanakan sejak ratusan tahun yang lampau dengan tatacara dan ritual yang masih terjaga kemurnian dan pilosofinya. Secara etimologis Erau merujuk pada bahasa lokal / daerah etnis Kutai dan disebut pula Eroh, yang berarti ramai, hilir mudik, bergembira, berpesta ria yang dilaksanakan secara adat oleh kesultanan / kerabat kerajaan dengan maksud atau hajat tertentu dan diikuti oleh masyarakat umum (menyeluruh) dalam wilayah administratif kerajaan / kesultanan.
Dalam hikayatnya, Erau pertama kali dilaksanakan pada sekitar abad keduabelas, ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti , putra tunggal dari petinggi negeri Jahitan Layar, menginjak usia 5 tahun. Pada saat itulah diadakan upacara tijak tanah dan mendi ke tepian, sebagai pertanda bahwa beliau telah boleh keluar dari rumah dan bermain-main sebagaimana anak-anak seusianya. Pada acara Erau ini, seluruh masyarakat bergembira-ria selama 40 hari 40 malam, berpesta dengan aneka hidangan istimewa dan berbagai macam acara hiburan. Setelah dewasa dan dikukuhkan sebagai Raja Kutai Kartanegara yang pertama (1300-1325), juga diadakan upacara Erau. Sejak itulah Erau dengan segala bentuk keramaian dan ritual sakralnya selalu diadakan setiap terjadi penggantian atau penobatan Raja-Raja Kutai Kartanegara.
Pelaksanaan upacara Erau dilakukan oleh kerabat Keraton/Istana dengan mengundang seluruh tokoh pemuka masyarakat yang mengabdi kepada kerajaan. Mereka datang dari seluruh pelosok wilayah kerajaan dengan membawa bekal bahan makanan, ternak, buah-buahan, dan juga para seniman. Dalam upacara Erau ini, Raja/Sultan serta kerabat Keraton lainnya memberikan jamuan makan kepada rakyat dengan memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya sebagai tanda terima kasih Raja/Sultan atas pengabdian rakyatnya.
Setelah berakhirnya masa pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara pada tahun 1960, wilayahnya menjadi daerah otonomi yakni Kabupaten Kutai. Tradisi Erau tetap dipelihara dan dilestarikan oleh kerabat Kesultanan, dalam lingkup terbatas.
Pelaksanaan Erau yang terakhir menurut tata cara Kesultanan Kutai Kartanegara dilaksanakan pada tahun 1965, ketika diadakan upacara pengangkatan Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara, Aji Pangeran Adipati Praboe Anoem Soerya Adiningrat.
Sedangkan Erau sebagai upacara adat Kutai dalam usaha pelestarian budaya dari Pemda Kabupaten Kutai baru diadakan pada tahun 1971 atas prakarsa Bupati Kutai saat itu, Drs.H. Achmad Dahlan. Upacara Erau dilaksanakan 2 tahun sekali dan dikaitkan dengan peringatan ulang tahun kota Tenggarong yang berdiri sejak 29 September 1782.
Atas petunjuk Sultan Kutai Kartanegara yang terakhir, Sultan A.M. Parikesit, maka Erau dapat dilaksanakan Pemda Kutai Kartanegara dengan kewajiban untuk mengerjakan beberapa upacara adat tertentu, tidak boleh mengerjakan upacara Tijak Kepala dan Pemberian Gelar, dan beberapa kegiatan yang diperbolehkan seperti upacara adat lain dari suku Dayak, kesenian dan olahraga/ketangkasan. Dalam perkembangannya berikutnya, upacara Erau selain sebagai upacara Penobatan Raja/Sultan, juga untuk pemberian gelar dari Raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap Kerajaan.
Pada saat ini Erau Adat dilingkup Kesultanan Kutai Kartanegara bisa dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. ERAU TEPONG TAWAR Merupakan Erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keraton pada waktu tertentu ( ditetapkan ) berdasar keinginan ( hajat ) terhadap suatu pekerjaan. Dalam pelaksanaan ini Raja bergerak bebas, artinya tidak melakukan batasan tertentu yang disebut “TUHING“.
2. ERAU PELAS TAHUN Merupakan Erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keraton berhubungan dengan aktivitas kehidupan rakyat (masyarakat) yang bertujuan untuk membersihkan segala macam hal yang mengganggu sumber – sumber kehidupan di permukaan bumi dalam wilayah kesultanan.
3. ERAU BEREDAR DI KUTAI Merupakan Erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keraton dalam rangka pengukuhan, pengangkatan, penabalan dan segala yang berkaitan dengan “KETAHTAAN” di kerajaan. Dalam pelaksanaan Erau ini raja melakukan “TUHING” yaitu tidak menginjak tanah pada waktu tertentu, kecuali diatas kain ALAS BUMI yang dihampar ketempat tujuan.
Dalam pelaksanaan Erau di era modern, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara telah beberapa kali merubah kebijakan berkait jadual jadual pelaksanaan Erau. Sejak tahun 1971, Erau selalu dilaksanakan pada bulan September, bersamaan dengan peringatan hari jadi Kota Tenggarong. Pada tahun 2004 dan 2008, Erau dilaksanakan pada bulan Desember, dengan pertimbangan sekaligus sebagai pesta penutup tahun (tahun baru). Kemudian sejak tahun 2009 hingga 2012 ini Erau digelar pada bulan Juli, dengan pertimbangan untuk menyesuaikan dengan dengan jadual liburan anak sekolah. Hal ini tentu tidak lepas dari strategi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kunjungan wisatawan domestik, karena musim libur sekolah merupakan saat paling tepat untuk liburan keluarga.
Festival Erau yang kini telah menjadi salah satu ikon pariwisata nasional, meskipun tetap identik dengan seni budaya Keraton Kutai Kartanegara, tetapi dalam perkembangan lebih lanjut, telah pula didukung oleh berbagai acara, atraksi, dan pertunjukkan, baik yang masih berasal dari tradisi, maupun yang bersifat kontemporer yang sesuai dengan perkembangan zamannya.
Di acara Erau ini, para tamu/undangan, masyarakat dan wisatawan selain dapat menyaksikan tradisi Keraton Kutai kartanegara yang klasik, dapat pula menyaksikan aneka pertunjukan budaya dan seni tradisi yang masih tetap hidup dan berkembang di tanah Kutai. Disamping itu, juga ada atraksi olah raga dan aneka lomba tradisional yang menarik dan unik. Sarana pameran pembangunan dan perdagangan aneka produk dan jasa juga disediakan dengan tatanan yang rapi. Bagi masyarakat luas dan generasi muda secara khusus, juga difasilitasi dengan pentas musik masa kini, atraksi komunitas, dan berbagai pertunjukan lainnya.
Saat ini Erau memang telah menjelma menjadi sebuah multi event, kolaborasi yang harmonis antara tradisi yang masih terjaga dengan baik dan atmosfir kekinian yang dinamis. Karena Pemerintah Kutai Kartanegara kedepan memang ingin menjadikan Erau sebagai sebuah event budaya yang memiliki ciri khas, berkarakter, dan memiliki daya tarik yang kuat bagi para wisatawan, tidak hanya wisatawan lokal dan domestik, tapi juga wisatawan mancanegara. Sehingga pada akhirnya diharapkan Festival Erau ini mampu memberi andil yang positif bagi pertumbuhan dan pergerakan sosial ekonomi daerah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar